MAKALAH
SEJARAH
PERKEMBANGAN KEKUASAAN
BARAT DAN TERBENRUKNYA PEMERINTAHAN KOLONIALISME DI INDONESIA
DISUSUN
O
L
E
H
K E M E N T E R I A N
A G A M A
M A D R A S A H A L I
Y A H N E G E R I 4 M
A R T A P U R A
T A H U N P E L A J A
R A N 2 0 1 3 – 2 0 1 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan
sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali
untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar
wilayah tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan
yang digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama
kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan.
Di Indonesia juga kolonialisme telah merupakan
menjadi sejarah, pasalnya kolonialisme pun pernah terjadi di Indonesia sekitar
tahun 1811 sampai tahun 1945. Yaitu diantaranya
kolonialisme Inggris(1811-1816) dan juga kolonialisme Jepang (1942-1945).
Kolonialisme di Indonesia
berawal dari perdagangan rempah-rempah yang ada di dunia Timur. Perjalanan
pelayaran Belanda merupakan awal dari kolonialisme yang terjadi di
Indonesia, yang di awali oleh kekuasaan VOC pada tahun 1602 sampai kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dari banyaknya kolonialisme
yang terjadi di Indonesia. Kolonialisme Barat yang terjadi di Indonesia
bisa dijadikan topik materi presentasi yang baik dan bermanfaat bagi siswa
khususnya. Dengan dijadikan media makalah , diupayakan materi ini bisa
dipresentasikan untuk menambahkan pengetahuan mengenai sejarah di Indonesia
khususnya.
Dengan dibuatkannya makalah
tersebut diharapkan para siswa dapat mengetahui tentang pengetahuan sejarah
Indonesia khususnya kolonialisme Barat yang menjadi pokok
topik presentasi.
1.2 Rumusan Masalah
· Sebutkan
dampak kolonialisme Barat di Indonesia ?
1.3 Tujuan & Manfaat
Dalam makalah ini, kami menyisipkan
tentang materi-materi sejarah di Indonesia tentang kolonialsime di Indonesia.
Namun, sample yang kami terangkan yaitu tentang kolonialisme Barat. Sehingga kami
berargument bahwa makalah ini bermanfaat sebagai media pembelajaran para siswa
tentang kolonialisme jepang dan kolonialisme inggris di Indonesia. Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengetahuan tentang Kolonialisme
Inggris dan Jepang di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN KEKUASAAN BARAT DAN
TUMBUHNYA KOLONIALISME DI INDONESIA
A. Kebijakan Pemerintah Kolonial Di Indonesia Pada Abad Ke-19 Dan Abad Ke-20
Pada tahun 1580 Raja Philip dari Spanyol naik takhta. Ia
berhasil mempersatukan Spanyol dan Portugis. Akibatnya Belanda tidak dapat lagi
mengambil rempah-rempah dari Lisabon yang sedang dikuasai Spanyol.
Pada tahun 1549 Claudius berhasil menemukan kunci rahasia
pelayaran ke Timur jauh. Claudius kemudian menyusun peta yang disebut India
Barat dan India Timur. Akan tetapi, Claudius belum berhasil menemukan
tempat-tempat yang aman dari serangan Portugis. Belanda bernama Linscoten
berhasil menemukan tempat-tempat di Pulau Jawa yang bebas dari tangan Portugis
dan banyak menghasilkan rempah-rempah utuk diperdagangkan.
Pada tahun 1595 Cornelius de Houtman yang sudah merasa
mantap, mengumpulkan modal untuk membiayai perjalanan ke Timur Jauh. Pada bulan
April 1595, Cornelis de Houtman dan de Keyzer dengan 4 buah kapam memimpin
pelayaran menuju Nusantara.
Atas prakarsa dari dua dua tokoh Belanda, yaitu Pangeran
Maurits dan Johan van Olden Barnevelt, pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang
Belanda dipersatukan menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nma VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Maskapai Perdagangan
Hindia Timur.
VOC mengangkat seorang gubernur jenderal yang dibantu oleh
empat orang anggota yang disebut Raad van Indie (Dewan India). Di bawah
gubernur jenderal diangkat beberapa gubernur yang memimpin suatu daerah. Di
bawah gubernur terdapat beberapa residen yang dibantu oleh asisten residen.
Pada tahun 1795 Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas
bantuan Prancis berhasil merebut kekuasaan dan membentuk pemerintah baru yang
disebut Republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik ini menjadi bawahan
Prancis yang sedang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Raja Belanda Willem V,
melarikan diri dan membentuk pemerintah peralihan di Inggris yang pada waktu
itu menjadi musuh Prancis.
Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan
Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Pada taun 1806, Prancis
(Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Koninkrijk Holland
(Kerajaan Belanda). Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja
Belanda dan berarti sejak saat itu pemerintah yang berkuasa di Nusantara adalah
pemerintah Belanda-Perancis.
Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai
gubernur Jenderal di Nusantara. Daendels mulai menjalankan tugasnya pada tahun
1808 dengan tugas utama mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Sebagai seorang revolusioner, Daendels sangat mendukung
perubahan-perubahan liberal. Ia juga bercita-cita untuk memperbaiki nasib
rakyat dengan memajukan pertanian dan perdagangan.
Pembaharuan yang dilakukan Dandels dalam tiga tahun masa jabatannya di Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan masuk ke pedalaman.
b) Dewan Hindia Belanda sebagai dewan legislative pendamping gubernur jenderal dibubarkan.
c) Membentuk sekretaris negara
d) Pulau Jawa dibagi menjadi 9 prefektuur dan 31 kabupaten.
e) Para Bupati dijadikan pegawai pemerintahan.
Pembaharuan yang dilakukan Dandels dalam tiga tahun masa jabatannya di Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan masuk ke pedalaman.
b) Dewan Hindia Belanda sebagai dewan legislative pendamping gubernur jenderal dibubarkan.
c) Membentuk sekretaris negara
d) Pulau Jawa dibagi menjadi 9 prefektuur dan 31 kabupaten.
e) Para Bupati dijadikan pegawai pemerintahan.
Eduar Douwes Dekker mantan Assisten Residen Lebak, Banten. Ia
memprotes pelaksanaan tanam paksa melalui tulisannya yang berjudul Max
Havelaar. Tulisan tersebut mengisahkan penderitaan Saijah dan Adinda akibat
tanam paksa di Lebak Banten. Di daam tulisan tersebut ia menggunakan nama
samaran Multatuli yang artinya “saya sangat menderita.”
Politik ekonomi liberal colonial dilatarbelakangi oleh
hal-hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi.
2) Berkembangnya paham liberalisme
3) Adanya Traktat Sumatra pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayah ke Aceh.
B. Perkembangan Ekonom Dan Demografi Di Indonesia Pada Masa Kolonial
1) Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi.
2) Berkembangnya paham liberalisme
3) Adanya Traktat Sumatra pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayah ke Aceh.
B. Perkembangan Ekonom Dan Demografi Di Indonesia Pada Masa Kolonial
Faktor alamiah seperti keterpencilan dan adanya hutan-hutan
tropis yang sulit ditembus, pertumbuhan penduduk pada suatu daerah juga
ditentukan olehperkembangan teknologi pertanian, kesehatan, dan keamanan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah ekstensifikasi dan
intensifikasi pertanian serta adanya proses imigrasi, baik intern maupun
ekstern.
Salah satu akibat dari penetrasi bangsa Barat yang makin
mendalam di Jawa adalah pertumbuhan penduduk yang makin cepat. Hal itu
disebabkan menurunnya angka kematian, sedangkan angka kelahiran tetap tinggi.
Menurunnya angka kematian disebabkan usaha kesehatan rakyat oleh Pemerintah
Hindia-Belanda. Perbaikan distribusi makanan melalui perbaikan jalan raya.
Pertumbuhan penduduk antara tahun 1905 sampai 1920 agak
tersendat-sendat. Hal itu akibat tingginya angka kematian, yaitu sekitar 32,5
sampai 35 per seribu jiwa. Angka kematian tertinggi terjadi pada tahun 1918
ketika wabah penyakit membunuh puluhan ribu jiwa sehingga pertumbuhan penduduk
terendah terjadi antara tahun 1917 sampai 1920, bahkan di beberapa daerah
terjadi pengurangan.
Sesudah tahun 1920 pertumbuhan penduduk berlangsung dengan
cepat. Antara tahun 1920 dan 1930 pertumbuhan penduduk pulau Jawa sekitar 17,6
per seribu jiwa.
Ketika sensus tahun 1930 diadakan, penduduk Indonesia telah
berjumlah 60,7 juta jiwa. Dari jumlah itu 41,7 juta jiwa berdiam di Pulau Jawa.
Berdasarkan perhitungan pertumbuhan penduduk di Indonesia sekitar 79,4 juta
jiwa. Di Jawa jumlah penduduknya sekitar 48,4 juta jiwa, sedangkan di daerah
luar Jawa jumlah penduduknya sekitar 22 juta Jiwa.
1. Migrasi Intern
Migrasi intern berarti perpindahan penduduk dari satu daerah
ke daerah lainnya satu pulau, baik secara individu maupun kelompok.
Tidak meratanya persebaran penduduk di beberapa wilayah di
Nusantara mendorong terjadinya perpindahan penduduk (migrasi). Tekanan sosial
ekonomi dari daerah yang padat penduduknya mendorong perpindahan ke wilayah
yang masih jarang penduduknya dan punya kemungkinan untuk dikembangkan.
Peperangan dan ancaman keamanan juga merupakan faktor penting bagi terjadinya perpindahan pendduk sejak zaman VOC.
Peperangan dan ancaman keamanan juga merupakan faktor penting bagi terjadinya perpindahan pendduk sejak zaman VOC.
Dibukanya jalan kereta api yang menghubungkan
Kalisat-Banyuwangi pada tahun 1901 merupakan salah satu pendorong bagi migrasi
dari Jawa Tengah ke ujung Jawa Timur yang masih kosong.
Oleh karena besarnya migrasi orang Madura ke ujung timur
Pulau Jawa mengakibatkan pada tahun 1930 diperkirakan hanya sekitar 45% suku
bangsa Madura yang tetap tinggal di pulau asal.
Perpindahan intern yang lain, khususnya di Tapanuli dan
Sumatra Barat terjadi karena dorongan untuk mendapatkan daerah baru dan atas
ajakan pemerintah Belanda untuk bekerja di perkebunan.
Pada tahun 1926 naik menjadi 26.000 jiwa, sedangkan pda tahun
1930 jumlahnya naik menjadi 42.000 jiwa. Sekitar 60% dari penduduk yang
meninggalkan Tapanuli menetap di Sumatra Timur. Pada tahun tersebut pendatang
dari Toba-Batak hampir sama dengan jumlah penduduk asli.
Orang-orang Minangkabau, Sumatra Barat lebih banyak
mengadakan migrasi iterern perseorangan. Mereka bekerja sebagai pedagang atau
tukang. Pada mulanya daerah rantau mereka ialah kota-kota di Sumatra Barat.
Sejak awal abad ke 20 banyak dari mereka yang pindah ke Sumatra Timur dan
Lampung. Diketahui pula bahwa 23,5% dari kepala keluarga di wilayah itu adalah
wanita
2. Migrasi Eksternal
Keterbukaan kesempatan bekerja dan berusaha mendorong migrasi
ekstern, yaitu perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lainnya baik
secara berkelompok maupun sendiri-sendiri. Pulau Jawa sebagai pusat kegiatan
ekonomi dan politik pada zaman colonial tentu saja menjadi pusat terpenting
mobilitas ini. Dari jawa banyak mengalir migrant ke pulau-pulau lain dan
sebaliknya pendatang dari pulau lain banyak mencari penghidupan baru ke Pulau
Jawa.
Aliran pendatang ke Pulau Jawa sebagai salah satu akibat dari
daya tarik Jawa sebagai pusat kegiatan yang berkaitan dengan modernisasi yang
diperkenalkan oleh Pemerintah Belanda. Pendidikan menengah dan tinggi terutama
berada di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan
Surabaya. Migrasi kaum terpelajar dari berbagai daerah, walaupun jumlah mereka tidak
besar, merupakan salah satu faktor penting dari berkembangnya nasionalisme
Indonesia.
Selain golongan terpelajar, ada pula pendatang-pendatang lain
ke Pulau Jawa seperti pedagang, pegawai, tukang, dan militer. Di Jawa Barat
banyak pendatang dari Sumatra Barat, Minahasa, dan Maluku. Di Jawa Tengah
pendatang terbanyak dari Maluku. Di Jawa Timur banyak pendatang yang berasal
dari Minahasa dan maluku.
Migrasi ekstern dari pulau Jawa yang terbanyak adalah ke
Sumatra. Migrasi dari Jawa ke Sumatra Timur disebabkan oleh pembukaan
perkebunan-perkebunan besar, sedangkan migrasi dari Jawa ke Lampung disebabkan
oleh penyempitan areal pertanian karena pertambahan jumlah penduduk.
Pelaksanaan emigrasi yang dilakukan oleh pemerintah terjadi
setelah pemerintah menerima laporan tentang kemiskinan dari keresidenan Kedua.
Pada tahun 1905 kelompok transmigrasi pertama sebanyak 155 keluarga didatangkan
dari kedu ke Gedongtataan, Lampung, yang kemudian mendirikan sebuah desa.
Sampai pada tahap ini kelihatan kegagalan yang mencolok yang disebabkan sebagai
berikut:
1) Pemerintah colonial kurang mengadakan survey yang mendalam tentang daerah yang akan didatangi para transmigran.
2) Para transmigran kurang terseleksi. Banyak di antara mereka yang sudah tidak produktif karena sudah tua.
3) Pemberian bantuan kredit untuk para transmigran berjalan kurang baik.
4) Kesehatan kurang terjamin sehingga angka kematian lebih tinggi dari angka kelahiran.
Dapat dikatakan bahwa pada sepuluh tahun pertama dan kedua
abad ke-20 transmigrasi berjalan tersendat-sendat. Walaupun demikian, pada
tahun 1930 di Lampung telah menetap 20.282 orang transmigran, sedangkan di
Sumatra Timur dan Bengkulu masing-masing berjumlah 4.767 dan 1.924 orang.
Baru pada sepuluh tahun ketiga abad ke-20 transmigrasi besar-besaran
diadakan. Pada masa ini transmigrasi didasarkan pada 10 pantangan, di antaranya
tidak memilih yang bukan petani, orang tua, dan orang bujangan.
C. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Indonesia pada Masa Kolonial
Peraturan hukum ketatanegaraan Hindia Belanda mengenai
penggolongan penduduk di Nusantara adalah sebagai berikut:
1.
Golongan Eropa dan yang dipersamakan terdiri dari:
1) bangsa Belanda dan keturunannya
2) bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti Portugis, Prancis, dan Inggris, serta
3) orang-orang bangsa lain (bukan Eropa) yang telah dipersamakan dengan Eropa karena kekayaan, keturunan bangsawan, dan pendidikan.
1) bangsa Belanda dan keturunannya
2) bangsa-bangsa Eropa lainnya seperti Portugis, Prancis, dan Inggris, serta
3) orang-orang bangsa lain (bukan Eropa) yang telah dipersamakan dengan Eropa karena kekayaan, keturunan bangsawan, dan pendidikan.
2.
Golongan Timur Asing yang terdiri dari golongan Cina, Arab, India, dan
Pakistan. Mereka berada pada lapisan menengah.
3.
Golongan pribumi yaitu bangsa Indonesia asli (bumiputra) yang berada pada
lapisan bawah.
Dalam masyarakat pribumi dikenal adanya pelapisan sosial
berdasarkan status sosialnya, yaitu lapisan bawah, menengah, dan lapisan atas.
1. Lapisan bawah adalah rakyat jelata yang merupakan penduduk terbesar dan hidup melarat, bekerja sebagai petani dan buruh perkebunan.
2. Lapisan menengah meliputi para pedagang kecil dan menengah, petani-petani kaya, serta pegawai.
3. Lapisan atas terdiri atas keturunan-keturunan bangsawan atau kerabat raj yang memerintah suatu daerah.
1. Lapisan bawah adalah rakyat jelata yang merupakan penduduk terbesar dan hidup melarat, bekerja sebagai petani dan buruh perkebunan.
2. Lapisan menengah meliputi para pedagang kecil dan menengah, petani-petani kaya, serta pegawai.
3. Lapisan atas terdiri atas keturunan-keturunan bangsawan atau kerabat raj yang memerintah suatu daerah.
Golongan
ini biasanya disebut elite tradisional dan elite daerah.
Mobilitas geografis adalah perpindahan tempat tinggal yang
terwujud dalam migrasi ekstern maupun migrasi intern dan urbanisasi, sedangkan
mobilitas sosiologis berarti perpindahan pekerjaan atau kedudukan seseorang.
Mobilitas sosiologis dibagi menjadi, mobilitas horizontal dan mobilitas
vertikal. Mobilitas horizontal berarti perubahan status atau pekerjaan
seseorang tetapi dalam kelas atau tingkat sosial yang sama. Mobilitas vertikal
berarti perubahan status atau pekerjaan seseorang naik dari tingkat bawah ke
tingkat yang lebih atas.
Dengan demikian kita mengenal bermacam elite Indonesia baru,
seperti elite politik, elite budaya, dan elite agama. Kesemuanya bertujuan
untuk memperjuangkan kepentingan nasional, mereka pun disebut sebagai elite
nasional.
Pemerintah Kolonial Belanda merasa perlu memberikan perhatian
khusus dalam menghadapi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Dalam sejarah colonial Belanda, ternyata ideology Islam merupakan kekuatan yang
besar sekali dalam mengadakan perlawanan terhadap kekuatan asing di berbagai
daerah. Contohnya Perang Padri, Perang Diponegoro, Perang Aceh, serta
pemberontakan petani seperti peristiwa Cilegon dan Cimareme, semua dipimpin
oleh pemuka Islam dan dijiwai oleh ideology Islam.
Snouck Hurgronje yang telah mempelajari Islam secara cukup mendalam tiba di Nusantara pada tahun 1889. Sejak saat itu, politik terhadap Islam atas nasihatnya mulai didasarkan atas fakta-fakta dan bukan atas rasa takut belaka. Ia mengemukakan bahwa tidak setiap pemimpin Islam bersika
Snouck Hurgronje yang telah mempelajari Islam secara cukup mendalam tiba di Nusantara pada tahun 1889. Sejak saat itu, politik terhadap Islam atas nasihatnya mulai didasarkan atas fakta-fakta dan bukan atas rasa takut belaka. Ia mengemukakan bahwa tidak setiap pemimpin Islam bersika
bermusuhan dengan
pemerintah colonial dan orang yang baru pulang naik haji tidak dengan
sendirinya menjadi orang fanatic dan suka memberontak.
Kebijakan yang diajukan oleh Snouck Hurgronje ini merupakan
bagian dari pandangan tentang masa depan Nusantara. Menurutnya, orang Islam di
Nusantara hanya dapat menerima pemerintahan asing secara terpaksa. Dalam
menghadapi Islam, penguasa colonial dapat mengharapkan dukungan dari kaum adat.
Akan tetapi, golongan itu tidak kuasa menahan pengaruh, baik dari perkembangan
Islam maupun dari proses modernisasi sehingga politik ini pun tidak dapat
diharapkan untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Ia menyarankan agar dilakukan perubahan masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang “dimodernkan” dengan budaya barat (westernisasi).
Kejadian-kejadian sekitar tahun 1912-1916 ketika Sarekat
Islam sedang berkembang pesat, menunjukkan betapa peranan ideology Islam dalam
menggerakkan rakyat. Ternyata untuk masyarakat tradisional perbedaan yang diuat
oleh Snouck Hurgronje tidaklah sesuai.
Walaupun demikian, beberapa pejabat seperti Snouck Hurgronje,
Rinkes, Gonggrijp menyarankan agar Sarekat Islam diakui pendiriannya karena
mereka berpandangan bahwa keberadaan Sarekat Islam merupakan kebangkitan suatu
bangsa untuk menjadi dewasa, baik dalam bidang politik maupun sosial.
Organisasi Islam berikutnya yang muncul setelah Sarekat Islam
adalah Muhammadiyah. Organisasi ini bersifat reformis dan nonpolitik.
Kegiatan-kegiatannya dipusatkan dalam bidang pengajaran, kesehatan rakyat, dan
kegiatan sosial lainnya.
Menjelang abad ke-20 terjadilah perubahan-perubahan
masyarakat di Indonesia, khususnya disebabkan oleh terbukanya negeri ini bagi
perekonomian uang.
Gagasan tentang kemajuan itu juga muncul pada diri R.A.
Kartini (1879-1904). Gagasannya tersebut dituangkan dalam surat-surat
pribadinya yang diterbitkan pada tahun 1912 atas usaha J.H. Abendanon dengan
judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Penerbitan buku
itu menimbulkan rasa simpati mengenai gerakan emansipasi wanita di Nusantara.
Keadaan gadis-gadis seperti yang dialami Kartini, juga
terdapat di daerah Pasundan. Seorang guru Belanda yang berada di Indonesia pada
tahun 1913 menulis tentang keadaan wanita Sunda. Dalam tulisannya tersebut ia
mengemukakan bahwa kehidupan wanita Sunda melalui tiga periode, yaitu sebagai
berikut:
a. Masa kanak-kanak yang penuh kegembiraan
b. Masa kehidupan patuh sebagai istri dan ibu
c. Masa penuh pengaruh sebagai nenek
Kehidupan gadis semacam itu sebenarnya hanya terdapat pada
kalangan menak (bangsawan) yang berbeda dengan gadis-gadis dari kalangan petani
maupun pekerja. Keterbelakangan pendidikan menjadi pola yang umum pada mereka.
Pada golongan petani dan pekerja, perkawinan di bawah umur sering terjadi
seperti halnya pada golongan menak. Oleh karena itu, Kartini sangat mendambakan
pengajaran bagi gadis-gadis.
Fase berikutnya dari gerakan wanita Indonesia diawali dengan
berdirinya sebuah Perkumpulan Putri Mardika. Perkumpulan itu bertujuan untuk
mencari bantuan keuangan bagi gadis-gadis yang ingin melanjutkan pelajaran.
Sedangkan Perkumpulan Kartinifonds (Dana Kartini) didirikan pada tahun 1912
atas usha Tuan dan Nyonya C. Th. Van Deventer yang bertujuan untuk mendirikan
sekolah-sekolah Kartini. Sekolah yang pertama didirikan di Semarang pada tahun
1913, kemudian menyusul di kota-kota Jakarta, Malang, Madiun, dan Bogor.
Sementara itu muncul banyak sekali Perkumpulan wanita, antara
lain Madju Kemuliaan di Bandung Pawijatan Wanita di Magelang, Wanita Susilo di
Pemalang, dan Wantia Hadi di Solo. Organisasi keagamaanpun memiliki bagian
organisasi kewanitaannya, seperti Wanito Katholik, Aisyiah dari Muhammadiyah,
Nahdlatul Fataad dari NU, dan Wanudyo Utomo dari SI.
Di samping organisasi-organisasi wanita, terdapat juga surat
kabar dan majalah wanita yang berfungsi sebagai penyebar gagasan kemajuan kaum
wanita dan juga sebagai media pendidikan dan pengajaran. Pada tahun 1909 di
Bandung terbit Poetri Hindia, walaupun dengan redaksi kaum laki-laki. Di Brebes
pada tahun 1913 terbit Wanito Sworo yang dipimpin oleh seorang guru dari
Ponorogo. Wanito Sworo terbit dengan menggunakan bahasa dan huruf Jawa.
Sebagian juga dalam bahasa Melayu. Isinya mengenai kewanitaan praktis.
Poetri Merdika di Jakarta merupakan surat kabar yang sangat
maju pada tahun 1914. Artikel-artikelnya tertulis dalam bahasa Belanda, Melayu,
dan Jawa. Melalui terbitnya Poetri Merdika, semangat emansipasi wanita beserta
masalah-masalah yang terkait dengannya didiskusikan. Perpaduan pendidikan
antara kaum laki-laki dan perempuan, pemberian kelonggaran bergerak bagi kaum
putri, berpakaian Eropa, serta kesempatan pendidikan dan pengajaran merupakan
bahan perdebatan yang cukup menarik.
Beberapa surat kabar yang lain misalnya, di Semarang terbit
Estri Oetomo, di Padang terdapat Soera Perempuan dengan redaksi Nona Saadah
yang seorang guru HI, di Medan terbit Perempoean Bergerak dengan redaksi Parada
Harahap.
Kongres wanita pertama diadakan pada tanggal 22 Desember 1928
setelah mendapatkan pengaruh dari diselenggarakannya Kongres Pemuda II, 28 Oktober
1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Kongres Wanita tersebut melahirkan
Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII). Tanggal 22 Desember kemudian
diperingati sebagai hari ibu sebagai hari lahirnya kesadaran yang mendalam
wanita Indonesia tentang nasibnya, kewajibannya, kedudukannya, dan
keangotaannya dalam masyarakat.
Berbeda dengan PPII, Istri Sedar yang didirikan di Bandung
pada tanggal 27 Maret 1923 semata-mata merupakan organisasi politik. Pada tahun
1932, setelah kongresnya yang kedua, salah satu programnya adalah menyokong
suatu pendidikan nasional yang berdasarkan kebutuhan kaum melarat dan atas
dasar-dasar kemerdekaan dan percaya kepada diri-sendiri. Tahun 1932 merupakan
tahun perlawanan umum terhadap undang-undang. “sekolah liar” yang kemudian
menjadi tema sebuah novel Suwarsih Djojopuspito berjudul Buiten het Gareel
(Diluar Kekangan). Suwarsih adalah istri Sugondo Djojopuspito (Ketua Kongres
Pemuda II) yang pada waktu itu menjadi pimpinan Sekolah Taman Siswa, Bandung.
Selain itu bukunya tersebut juga menggambarkan betapa eratnya Taman Siswa dan
gerakan nasional serta pandangan penulisnya sebagai penganut feminisme dan
nasionalisme yang terkandung dalam Istri Sedar.
PERKEMBANGAN KOLONIALISME BARAT DI INDONESIA
A. Kebijakan Pemerintah Kolonial Di Indonesia Pada Abad Ke-19 Dan Abad Ke-20
Pada tahun 1580 Raja Philip dari Spanyol naik takhta. Ia
berhasil mempersatukan Spanyol dan Portugis. Akibatnya Belanda tidak dapat lagi
mengambil rempah-rempah dari Lisabon yang sedang dikuasai Spanyol.
Pada tahun 1549 Claudius berhasil menemukan kunci rahasia
pelayaran ke Timur jauh. Claudius kemudian menyusun peta yang disebut India
Barat dan India Timur. Akan tetapi, Claudius belum berhasil menemukan
tempat-tempat yang aman dari serangan Portugis. Belanda bernama Linscoten
berhasil menemukan tempat-tempat di Pulau Jawa yang bebas dari tangan Portugis
dan banyak menghasilkan rempah-rempah utuk diperdagangkan.
Pada tahun 1595 Cornelius de Houtman yang sudah merasa
mantap, mengumpulkan modal untuk membiayai perjalanan ke Timur Jauh. Pada bulan
April 1595, Cornelis de Houtman dan de Keyzer dengan 4 buah kapam memimpin
pelayaran menuju Nusantara.
Atas prakarsa dari dua dua tokoh Belanda, yaitu Pangeran
Maurits dan Johan van Olden Barnevelt, pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang
Belanda dipersatukan menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nma VOC
(Verenigde Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Maskapai Perdagangan
Hindia Timur.
VOC mengangkat seorang gubernur jenderal yang dibantu oleh
empat orang anggota yang disebut Raad van Indie (Dewan India). Di bawah
gubernur jenderal diangkat beberapa gubernur yang memimpin suatu daerah. Di
bawah gubernur terdapat beberapa residen yang dibantu oleh asisten residen.
Pada tahun 1795 Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas
bantuan Prancis berhasil merebut kekuasaan dan membentuk pemerintah baru yang
disebut Republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik ini menjadi bawahan
Prancis yang sedang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Raja Belanda Willem V,
melarikan diri dan membentuk pemerintah peralihan di Inggris yang pada waktu
itu menjadi musuh Prancis.
Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan
Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Pada taun 1806, Prancis
(Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Koninkrijk Holland
(Kerajaan Belanda). Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja
Belanda dan berarti sejak saat itu pemerintah yang berkuasa di Nusantara adalah
pemerintah Belanda-Perancis.
Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai
gubernur Jenderal di Nusantara. Daendels mulai menjalankan tugasnya pada tahun
1808 dengan tugas utama mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Sebagai seorang revolusioner, Daendels sangat mendukung
perubahan-perubahan liberal. Ia juga bercita-cita untuk memperbaiki nasib
rakyat dengan memajukan pertanian dan perdagangan.
Pembaharuan yang dilakukan Dandels dalam tiga tahun masa jabatannya di Indonesia adalah sebagai berikut:
Pembaharuan yang dilakukan Dandels dalam tiga tahun masa jabatannya di Indonesia adalah sebagai berikut:
a) Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan masuk ke pedalaman.
b) Dewan Hindia Belanda sebagai dewan legislative pendamping gubernur jenderal dibubarkan.
c) Membentuk sekretaris negara
d) Pulau Jawa dibagi menjadi 9 prefektuur dan 31 kabupaten.
e) Para Bupati dijadikan pegawai pemerintahan.
Eduar Douwes Dekker mantan Assisten Residen Lebak, Banten. Ia
memprotes pelaksanaan tanam paksa melalui tulisannya yang berjudul Max
Havelaar. Tulisan tersebut mengisahkan penderitaan Saijah dan Adinda akibat
tanam paksa di Lebak Banten. Di daam tulisan tersebut ia menggunakan nama
samaran Multatuli yang artinya “saya sangat menderita.”
Politik ekonomi liberal colonial dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi.
2) Berkembangnya paham liberalisme
3) Adanya Traktat Sumatra pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayah ke Aceh.
B. Perkembangan Ekonom Dan Demografi Di Indonesia Pada Masa Kolonial
Faktor alamiah seperti keterpencilan dan adanya hutan-hutan
tropis yang sulit ditembus, pertumbuhan penduduk pada suatu daerah juga
ditentukan olehperkembangan teknologi pertanian, kesehatan, dan keamanan.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah ekstensifikasi dan
intensifikasi pertanian serta adanya proses imigrasi, baik intern maupun
ekstern.
Salah satu akibat dari penetrasi bangsa Barat yang makin
mendalam di Jawa adalah pertumbuhan penduduk yang makin cepat. Hal itu
disebabkan menurunnya angka kematian, sedangkan angka kelahiran tetap tinggi.
Menurunnya angka kematian disebabkan usaha kesehatan rakyat oleh Pemerintah
Hindia-Belanda. Perbaikan distribusi makanan melalui perbaikan jalan raya.
BAB III
PENUTUPAN
Syukur
alhamdulilah demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini tentang kolonialisme jepang dan Inggris di
Indonesia. tentunya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan isi makalah ini.
Kami banyak
berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan
berikutnya.Semoga makalah ini
berguna bagi kami
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arkanda,Hada.2008.Kolonialisme
Inggris di Indonesia.jogjakarta.
Arkanda,Hada.2008.Dampak
kolonialisme Inggris di Indonesia.Jogjakarta.
Arkanda,Hada.2008.Masa
tanam paksa pada masa Inggris di Indonesia.Jogjakarta.
Arkanda,Hada.2008.Masa
liberalisasi pada masa Kolonialisme Inggris di Indonesia.Jogjakarta
Santoso,Gunawan
Budi, et al..2008.Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia ; Untuk SMA/MA kelas
XI. Jakarta Pusat perbukuan Departement Pendidikan Nasional.
Hamid, Abdul,
dkk.1981.Sejarah Untuk SMA/MA jilid 1 dan 2.Jakartra:depdikbud.
Tim Arya Duta.
2011.Kolonialisme Inggris di Indonesia.Jakarta:Pelita.
Tim Arya Duta.2011.Kolonialisme
di Indonesia. Jakarta:Pelita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar